Hari ini, saat pulang dari kampus.
Tepatnya didekat rel kereta api dekat rumahku, aku bertemu dengan seseorang
yang istimewa. Iya, beruntung sekali aku
bertemu dengan penderita down-syndrome
siang ini. Dengan spontan aku menghentikan laju sepeda motorku
didekatnya, aku teringat ditasku ada satu botol air minum yang baru aku beli di
kampus. Aku meraih tasku dan kemudian menyodorkan air dingin itu kepadanya, dia
pun menyambut uluran air minum tersebut. Kemudian dia tersenyum kepadaku.
Sepertinya dia masih menunggu aku mengeluarkan sesuatu lagi, mungkin dia
berharap aku mengeluarkan makanan untuknya. Akupun kecewa karena aku tidak
dapat memenuhi harapannya. Kemudian aku berlalu dengan rasa yang ‘berat’.
Tampak beberapa anak kecil yang melihat peristiwa ini dari rel kereta.
Aku melanjutkan perjalananku yang
tinggal sedikit lagi untuk menuju kerumah. Disepanjang perjalanan aku tidak
tenang. Apa yang harus kulakukan untuk orang itu, aku yakin dia pasti lapar.
Aku mendengus kesal dalam hatiku, kenapa tadi tidak ada makanan lain di tasku
kecuali mi lidi. Tapi aku tidak tega memberinya mi lidi, aku takut dia sakit
perut nantinya. Terpikir olehku untuk mengambil makanan dirumah. Ya, dirumah
ada nasi meskipun aku tadi hanya memasak sayur tempe karena terburu-buru kekampus.
Aku menambah kecepatan laju motorku
agar segera tiba dirumah. Aku takut jika orang tersebut tidak ada ditempat itu
lagi. Segera aku membungkuskan nasi dan sayur untuknya tak lupa sendok plastik
untuk memudahkannya makan. Lalu aku cek lemari, ternyata hanya ada sebungkus
biskuit. Ya sudahlah aku akhirnya hanya membawakannya nasi bungkus, biskuit dan
dua botol air putih. Ya, hanya itu yang ada yang bisa kubawakan untuknya. Segera aku cepat-cepat dengan diam
diam keluar rumah, aku takut mbah pasti akan banyak bertanya ini itu.
Segera aku melaju motorku kembali
ketempat itu, aku terus berdoa semoga orang istimewa itu masih berada disana. Sampailah aku ketempat dimana tadi
aku melihatnya duduk, tapi ... ternyata aku harus cukup terpukul karena dia
sudah tidak berada ditempatnya. Aku terpaku, kemanakah perginya orang
itu? Aku melihat keseliling untuk mencari sosoknya tapi tetap tak kutemukan dia
dimanapun. Aku hanya berdiri, termangu melihat
bungkusan yang akan kuberikan padanya. Ah, kenapa dia tidak menungguku, apakah
dia mampu berjalan secepat itu sehingga sudah hilang dari tempat ini. Aku
melihat beberapa anak yang sedang bermain di rel kereta api. Aku mencoba
bertanya pada anak kecil itu.
“Dek, ngertos tiang sing teng mriki
mboten?” kataku, yang artinya aku bertanya sosok orang yang sedari tadi duduk
disini.
Dia menjawab “mboten ngertos mba”,
dia menggeleng tanda tidak tahu.
Duh, kemana aku harus mencarinya. Tiba-tiba adik kecil itu menunjuk ke
arah kebun dan berteriak “lha niku mba, teng mriku”... dia menunjuk seseorang
di kebun dekat rel kreta. Aku menghampirinya. Aku gembira, dia sedang duduk
sambil meminum air yang tadi kuberikan. Aku pun kembali berhenti didekatnya.
Aku tau, dia mungkin tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Tapi aku tau, dia
mengerti isyarat-isyarat yang aku berikan. Aku lambaikan tanganku agar dia
menghampiriku. Dia pun mengerti, dia beranjak dari tempat duduknya dan dengan
langkah gontai berjalan kearahku. Aku ulurkan bungkusan yang sedari tadi aku
bawa untuknya. Dia tersenyum melihatnya. Dia menyambut dengan gembira uluranku.
Aku berkata “dimaem nggeh” yang artinya agar dia memakan makanan tersebut.
Sepertinya dia berusaha menyampaikan
rasa terima kasihnya, dengan mengangkat bungkusan itu sambil tersenyum lebar
kepadaku. Matanya, menyiratkan usianya yang mungkin lebih tua dariku. Jauh
lebih tua.
Aku sedih, hanya itu yang dapat
kulakukan untuknya. Hanya makanan yang sederhana yang mampu kuberikan. Ingin
sekali aku bisa membuatkan tempat atau rumah yang layak untuk orang-orang
seperti mereka.
Aku ingin menangis ketika
meninggalkannya, sebagai manusia aku ingin juga memanusiakan orang seperti itu
yang mungkin entah kenapa dia bisa berjalan sendiri, tidak bisa merasakan
kehidupan layak selayaknya warga negara yang
konon punya sumber daya alam berlimpah ini. Tapi, sayang sekali Negara
melupakannya. Melupakan orang-orang yang tidak mempunyai rumah. Melupakan
orang-orang dengan down-syndrome seperti ini.
Bukankan setiap warga negara berhak
mendapatkan kehidupan yang layak??
Aku hanya mampu berdoa, semoga Yang
Maha Kuasa selalu melindungi orang-orang seperti mereka dan selalu mendatangkan
rezeki yang tak disangka-sangka untuk mereka. Amin.