Kamis, 25 April 2013

Sepotong cerita disiang hari



Hari ini, saat pulang dari kampus. Tepatnya didekat rel kereta api dekat rumahku, aku bertemu dengan seseorang yang istimewa.  Iya, beruntung sekali aku bertemu dengan penderita down-syndrome  siang ini. Dengan spontan aku menghentikan laju sepeda motorku didekatnya, aku teringat ditasku ada satu botol air minum yang baru aku beli di kampus. Aku meraih tasku dan kemudian menyodorkan air dingin itu kepadanya, dia pun menyambut uluran air minum tersebut. Kemudian dia tersenyum kepadaku. Sepertinya dia masih menunggu aku mengeluarkan sesuatu lagi, mungkin dia berharap aku mengeluarkan makanan untuknya. Akupun kecewa karena aku tidak dapat memenuhi harapannya. Kemudian aku berlalu dengan rasa yang ‘berat’. Tampak beberapa anak kecil yang melihat peristiwa ini dari rel kereta.

Aku melanjutkan perjalananku yang tinggal sedikit lagi untuk menuju kerumah. Disepanjang perjalanan aku tidak tenang. Apa yang harus kulakukan untuk orang itu, aku yakin dia pasti lapar. Aku mendengus kesal dalam hatiku, kenapa tadi tidak ada makanan lain di tasku kecuali mi lidi. Tapi aku tidak tega memberinya mi lidi, aku takut dia sakit perut nantinya. Terpikir olehku untuk mengambil makanan dirumah. Ya, dirumah ada nasi meskipun aku tadi hanya memasak sayur tempe karena terburu-buru kekampus.

Aku menambah kecepatan laju motorku agar segera tiba dirumah. Aku takut jika orang tersebut tidak ada ditempat itu lagi. Segera aku membungkuskan nasi dan sayur untuknya tak lupa sendok plastik untuk memudahkannya makan. Lalu aku cek lemari, ternyata hanya ada sebungkus biskuit. Ya sudahlah aku akhirnya hanya membawakannya nasi bungkus, biskuit dan dua botol air putih. Ya, hanya itu yang ada yang bisa kubawakan untuknya. Segera aku cepat-cepat dengan diam diam keluar rumah, aku takut mbah pasti akan banyak bertanya ini itu.
 
Segera aku melaju motorku kembali ketempat itu, aku terus berdoa semoga orang istimewa itu masih berada disana. Sampailah aku ketempat dimana tadi aku melihatnya duduk, tapi ... ternyata aku harus cukup terpukul karena dia sudah tidak berada ditempatnya. Aku terpaku, kemanakah perginya orang itu? Aku melihat keseliling untuk mencari sosoknya tapi tetap tak kutemukan dia dimanapun. Aku hanya berdiri, termangu melihat bungkusan yang akan kuberikan padanya. Ah, kenapa dia tidak menungguku, apakah dia mampu berjalan secepat itu sehingga sudah hilang dari tempat ini. Aku melihat beberapa anak yang sedang bermain di rel kereta api. Aku mencoba bertanya pada anak kecil itu.  
“Dek, ngertos tiang sing teng mriki mboten?” kataku, yang artinya aku bertanya sosok orang yang sedari tadi duduk disini.
Dia menjawab “mboten ngertos mba”, dia menggeleng tanda tidak tahu.

Duh, kemana aku harus mencarinya. Tiba-tiba adik kecil itu menunjuk ke arah kebun dan berteriak “lha niku mba, teng mriku”... dia menunjuk seseorang di kebun dekat rel kreta. Aku menghampirinya. Aku gembira, dia sedang duduk sambil meminum air yang tadi kuberikan. Aku pun kembali berhenti didekatnya. Aku tau, dia mungkin tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Tapi aku tau, dia mengerti isyarat-isyarat yang aku berikan. Aku lambaikan tanganku agar dia menghampiriku. Dia pun mengerti, dia beranjak dari tempat duduknya dan dengan langkah gontai berjalan kearahku. Aku ulurkan bungkusan yang sedari tadi aku bawa untuknya. Dia tersenyum melihatnya. Dia menyambut dengan gembira uluranku. Aku berkata “dimaem nggeh” yang artinya agar dia memakan makanan tersebut. 
 
Sepertinya dia berusaha menyampaikan rasa terima kasihnya, dengan mengangkat bungkusan itu sambil tersenyum lebar kepadaku. Matanya, menyiratkan usianya yang mungkin lebih tua dariku. Jauh lebih tua.
Aku sedih, hanya itu yang dapat kulakukan untuknya. Hanya makanan yang sederhana yang mampu kuberikan. Ingin sekali aku bisa membuatkan tempat atau rumah yang layak untuk orang-orang seperti mereka. 

Aku ingin menangis ketika meninggalkannya, sebagai manusia aku ingin juga memanusiakan orang seperti itu yang mungkin entah kenapa dia bisa berjalan sendiri, tidak bisa merasakan kehidupan layak selayaknya warga negara yang  konon punya sumber daya alam berlimpah ini. Tapi, sayang sekali Negara melupakannya. Melupakan orang-orang yang tidak mempunyai rumah. Melupakan orang-orang dengan down-syndrome seperti ini. 

Bukankan setiap warga negara berhak mendapatkan kehidupan yang layak??
Aku hanya mampu berdoa, semoga Yang Maha Kuasa selalu melindungi orang-orang seperti mereka dan selalu mendatangkan rezeki yang tak disangka-sangka untuk mereka. Amin.